Selasa, 06 September 2011

Abah Anom Wafat, Indonesia Kehilangan Ulama Besar

Jakarta (Pinmas)--Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Nasaruddin Umar merasa terkejut dengan wafatnya Abah Anom. "Innalillahiwainnailaihirojiun," ucapnya.
Menurut Nasaruddin Umar, Indonesia kehilangan ulama besar. Abah Anom adalah teladan bagi bangsa Indonesia. Almarhum sangat dikenal bukan saja oleh kalangan umat Islam, tetapi juga para tokoh agama lain."Sukar mencari tandingannya," kata Nasaruddin dengan nada perlahan

Dirjen Bimas Islam itu menjelaskan pengalamannya ketika bertandang ke Pondok Pesantren Suryalaya. Setiap tamu dijamu dan makan secara prasmanan. Tak ada tamu yang terlewat tidak makan di kediamannya.

"Saya pernah mengecek ke dapur, dari mana datangnya bahan makanan itu. Para juru masak menjawab, semua datang dengan mudah," ia menceritakan.

Para tamu Abah Anom, lanjut dia, bukan hanya dari kalangan Muslim saja. Dari agama lain pun ada. Di kawasan Asean apa lagi, Abah Anom sangat dikenal.

Abah Anom, katanya, selain dikenal luas juga memberi kontribusi besar melalui pondok pesantrennya. Apa lagi, di Suryalaya, ada pengobatan bagi para pecandu narkoba. Sistem pengobatan itu kini masih terus berlanjut.

Ia berharap para penerus Abah Anom dapat meneladani kepribadiannya.

Menurut catatan dari berbagai sumber, Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin adalah nama asli Abah Anom. Lahir 1 Januari 1915 di Suryalaya, Tasikmalaya. Ia anak kelima dari Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, atau Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya. Sebuah pesantren tasawuf yang khusus mengajarkan Thariqat Qadiriyyah Naqsabandiyah (TQN).

Ia memasuki bangku sekolah dasar (Vervooleg school) di Ciamis, pada usia 8 tahun. Lima tahun kemudian melanjutkan ke madrasah tsanawiyah di kota yang sama. Usai tsanawiyah, barulah ia belajar ilmu agama Islam, secara lebih khusus di berbagai pesantren.

Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai macam ilmu keislaman pada usia relatif muda (18 tahun). Didukung dengan ketertarikannya pada dunia pesantren, telah mendorong ayahnya yang dedengkot Thoriqot Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) untuk mengajarinya dzikir TQN. Sehingga ia menjadi wakil talqin ayahnya pada usia relatif muda. (ant/es)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar